Dalam rangka menyongsong peringatan 20 tahun tsunami Aceh, Universitas Syiah Kuala (USK) melalui Tsunami Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) mengadakan pelatihan manajemen krisis.Rektor USK, Prof. Dr. Ir. Marwan membuka kegiatan yang berlangsung di Lantai III, Auditorium TDMRC. Dalam sambutannya, ia terkenang keberanian rakyat Aceh, yang tabah, kokoh bangkit kembali. Serta apresiasi terhadap dukungan penuh dari mitra global, terutama dari pemerintah dan rakyat Amerika Serikat.
Menurut Rektor, TDMRC telah menjadi mercusuar inovasi dan pengetahuan dalam penelitian tsunami dan bencana, menangani isu-isu di tingkat lokal, nasional, dan internasional.
“Kontribusinya sangat penting dalam membuat komunitas kita lebih tangguh dan dalam memposisikan USK sebagai mitra regional dalam penelitian bencana,” sebut Prof Marwan.
Melalui karya-karya inovatifnya, TDMRC tidak hanya memperdalam pemahaman kita tentang risiko tsunami dan strategi mitigasi, tetapi juga memberikan wawasan penting tentang kesiapsiagaan untuk semua jenis bencana alam.
“Pelatihan manajemen krisis hari ini, memperkuat warisan kesiapsiagaan dan kolaborasi global. Dengan terlibat dalam latihan ini, kita menggabungkan keahlian, sumber daya, dan dedikasi kita, menjadi lebih mampu dan tangguh dalam menghadapi potensi krisis,” ujar Rektor.
Kemitraan antara Indonesia dan Amerika Serikat ini mencerminkan komitmen kita untuk melindungi nyawa, membangun komunitas yang lebih aman dan menjunjung tinggi martabat manusia di saat kesulitan.
“Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat, Kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Medan, serta kepada semua peserta, penyelenggara dan mitra yang telah membuat acara ini sebaik mungkin,” pungkasnya.
Pj Konsul Amerika Serikat untuk Sumatera, Kristy Mordhorst menyampaikan apresiasi kepada TDMR. Dengan segala dedikasi yang sudah diberikan.
“Untuk merenungi tsunami, kita turut merenungkan kekuatan orang-orang yang selamat. AS termasuk yang berperan utama, saat bencana terjadi,” sebutnya.
Setelah tsunami, AS bersama mitra internasional, memberikan bantuan yang substansi, seperti membangun rumah, fasilitas publik, dan banyak lagi.
“Sekali lagi sedekade terakhir AS merespon 19 bencana di Indonesia, termasuk gempa bumi di Palu dan Donggala, Sulteng,” ujar Mordhorst.
Termasuk dukungan pemantauan bencana, BNPB yang menghubungkan pusat darurat informasi dengan kantor subnasional. Memfasilitasi keputusan tepat waktu dalam merespon bencana.
“Kami sangat mengapresiasi komitmen anda yang tak tergoyahkan dalam melindungi masyarakat dan mendukung budaya kesiapsiagaan dan ketahanan. Saat ini kita memasuki latihan krisis. Setiap anda membawa kekayaan pengalaman yang berbeda-beda,” tukasnya.
Sementara itu, Plh Asisten Pemerintahan Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Aceh, Syakir menyebutkan. Aceh telah memiliki Pusat Peringatan Dini Tsunami yang beroperasi 24 jam tersebar di sepanjang pesisir, terhubung langsung dengan BMKG dan Pusat Peringatan Tsunami Internasional.
“Sehingga informasi bencana dapat diterima dalam hitungan menit,” tutur Syakir.
Sepanjang pesisir Aceh telah dibangun 50 escape building dengan standar tahan gempa dan tsunami. Ratusan kilometer jalur evakuasi telah dirancang dengan cermat, dilengkapi rambu-rambu yang jelas, dengan titik kumpul yang aman.
“Yang lebih membanggakan, masyarakat kita secara rutin telah melakukan simulasi evakuasi, memastikan setiap warga tahu apa yang harus dilakukan ketika bencana mengancam,” pujinya.
Pendidikan kebencanaan menjadi bagian integral, dari kurikulum sekolah di Aceh. Lebih dari seribu sekolah siaga bencana telah dibentuk. Tidak hanya belajar tentang karakteristik bencana, tapi juga praktik penyelamatan diri, dilatih secara berkala.