Mawardi Ismail SH, M.Hum, pakar hukum senior Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum (FH) Unsyiah periode 2005-2009 meluncurkan buku berjudul “Mawardi Ismail Intelektual Organik. Profil dan Catatan Para Sahabat” di ruang VVIP AAC Dayan Dawood Unsyiah, Selasa (1/3). Peluncuran buku tersebut sebagai penyambutan masa purnabakti (pensiun) Mawardi Ismail.
Buku itu menceritakan tentang catatan penting perjalanan hidup Mawardi Ismail dalam bentuk kumpulan cerita dari para sahabat serta orang-orang terdekat dengannya. Salah satu sahabatnya, Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid mengisahkan, ada sebuah perilaku yang tidak kentara tampak pada Mawardi dan hanya diketahui kalau kita mencermatinya dengan tekun. Ia selalu ‘lapar’ dan merasa ‘kurang’ terhadap pengetahuan yang dimilikinya. Untuk itu, ia bersedia belajar tidak hanya melalui bacaan, tapi juga berinteraksi dengan siapapun, termasuk dengan mereka yang jauh lebih muda darinya.
Sementara Rektor Unsyiah, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng memaparkan kebanggaannya kepada Mawardi yang berasal dari gampong Tingkeum Baro, Kecamatan Kuta Blang, Bireuen. Walaupun berasal dari anak kampung, namun Mawardi mampu berbuat banyak bagi Aceh dan Indonesia.
“Semasa beliau menjadi Dekan FH, banyak keberhasilan yang telah disumbangkannya untuk Aceh, khususnya kepada Unsyiah. Akreditasi A yang diperoleh oleh Fakultas Hukum dan terus bertahan hingga sekarang merupakan salah satu buah karya kepemimpinannya. Selain itu, berkat kegigihannya, sudah lahir kelas internasional di Fakultas Hukum Unsyiah,” ujarnya.
Ia menambahkan, satu hal yang paling berkesan dari sosok Mawardi Ismail. Saat menduduki jabatan sebagai dekan FH, Mawardi melarang dosen muda untuk melanjutkan studi master atau doktoral di dalam negeri. Hasilnya, kini banyak dosen FH yang merupakan lulusan dari luar negeri.
Sementara itu, Mawardi dalam pidatonya menyebutkan, ada dua hal yang menjadi kebanggaan dalam hidupnya. Pertama, saat menerima penghargaan mahasiswa teladan tahun 1976 dari Menteri Pendidikan saat menempuh studi sarjana. Penghargaan kedua adalah ketika penerimaan buku di hari pertama purnabaktinya.
“Buku ini sangat berkesan sekali dalam sejarah hidup saya. Hari ini menjadi salah satu hari kebanggaan hidup saya. Saya tak menyangka masa pensiun saya disambut sehangat ini. Semua capaian yang diceritakan sahabat saya tentu bukan karena diri saya sendiri. Semua berkat dukungan keluarga yang begitu besar, terutama peran orang tua yang sangat luar biasa dalam mendidik. Kebersamaan dengan para sahabat juga telah membantu keberhasilan saya selama ini,” ungkap lelaki yang pernah meraih berbagai penghargaan tersebut.
Pada kegiatan tersebut para sahabat Mawardi mendapat kesempatan untuk memberikan testimoni terhadap perjalanan hidup. Diantaranya, Saifuddin Bantasyam (dosen Unsyiah), Alfian (LSM MaTA), Bukhari M.Ali (Wartawan Serambi Indonesia), Titik Anggraini (Aktivis), dan Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid (Guru Besar Fakultas Pertanian Unsyiah).
Dalam kesempatan tersebut turut hadir, Dr. Hizir dan Dr. Nazamuddin (Wakil Rektor Unsyiah), pejabat Unsyiah, Sulaiman Abda (Wakil Ketua DPRA), Hamid Zain (Sekretaris DPRA), Prof. Dr. Rusdi Ali Muhammad (Direktur PPs UIN Ar-Raniry), dan sejumlah tokoh Aceh seperti Abu Yus, Prof. Dr. Yusni Sabi, Prof. Dr. Alyasa Abubakar, serta hadir juga para pegiat media dan aktivis Aceh. [mr]