Banda Aceh, 29 Oktober 2025 — Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala (USK) kembali menyelenggarakan Seminar Series ke-36 bertajuk “Potret Ketahanan Keluarga Aceh Menghadapi 3 Fase Krisis: Konflik, Tsunami, dan Covid-19”.
Kegiatan ini berlangsung secara hybrid, bertempat di Auditorium Dr. Ir. M. Ridha, M.Eng, dan diikuti oleh ratusan peserta baik secara luring maupun daring yang berasal dari kalangan akademisi, peneliti, mahasiswa, serta praktisi kebencanaan sosial.
Acara dibuka oleh Direktur TDMRC USK, Prof. Dr. Syamsidik, S.T., M.Sc., yang dalam sambutannya menegaskan pentingnya memperkuat dimensi sosial dalam studi kebencanaan.
“Keluarga adalah benteng pertama dalam menghadapi krisis. Ketika infrastruktur rusak, ketika ekonomi terguncang, keluarga tetap menjadi tempat pulih dan bertahan. Maka riset seperti ini menjadi sangat penting untuk memahami ketangguhan sosial Aceh,” ujar Prof. Syamsidik.
Seminar menghadirkan dua narasumber utama, yakni Assoc. Prof. Nishi Yoshimi, Ph.D. dari Center for Southeast Asian Studies (CSEAS), Kyoto University, dan Prof. Dr. Ir. Agussabti, M.Si., IPU, Wakil Rektor Bidang Akademik USK.
Dalam paparannya, Dr. Nishi Yoshimi menyampaikan hasil riset kolaboratif antara CSEAS Kyoto University, TDMRC, dan Magister Ilmu Kebencanaan (MIK) USK yang mendokumentasikan narasi-narasi keluarga Aceh dalam menghadapi tiga fase krisis besar: konflik bersenjata, tsunami 2004, dan pandemi Covid-19.
“Kami belajar bahwa setiap keluarga memiliki cara berpikir dan nilai yang membimbing mereka bertahan. Ada kekuatan di dalam norma sosial dan spiritualitas yang sering tidak terlihat oleh data statistik,” ungkap Dr. Nishi.
Sementara itu, Prof. Agussabti memaparkan hasil penelitiannya tentang model ketahanan keluarga Aceh dari perspektif sosio-kultural. Menurutnya, nilai agama, budaya, dan solidaritas menjadi pilar penting dalam menghadapi tekanan multidimensi dari tiga krisis besar tersebut.
“Ketangguhan masyarakat Aceh bukan hanya lahir dari infrastruktur yang kuat, tetapi dari keluarga yang tidak menyerah menghadapi setiap gelombang krisis,” tegas Prof. Agussabti.
Sesi tanya jawab berlangsung dinamis dengan antusiasme tinggi dari para peserta, baik yang hadir langsung di auditorium maupun yang bergabung melalui platform daring. Peserta banyak menyoroti relevansi hasil penelitian terhadap kebijakan mitigasi berbasis komunitas dan pentingnya pendidikan keluarga dalam kesiapsiagaan bencana.
Di sela kegiatan ini, USK juga mengumumkan bahwa universitas telah memulai kuliah perdana Program Doktor Ilmu Bencana (DIB) pada semester ini. Program S3 DIB menjadi langkah strategis dalam memperkuat kapasitas akademik dan riset kebencanaan di Indonesia.
“Dengan hadirnya Program Doktor Ilmu Bencana, USK berkomitmen melahirkan peneliti dan pemimpin yang memahami bencana bukan hanya dari sisi teknis, tapi juga sosial dan humanistik,” tambah Prof. Syamsidik.
Kegiatan ditutup oleh moderator, Dr. Rina Suryani Oktari, yang menyimpulkan esensi dari diskusi hari itu.
“Ketahanan keluarga adalah fondasi dari ketangguhan masyarakat. Jika keluarga kuat, maka komunitas akan tangguh, dan bangsa pun siap menghadapi krisis apa pun di masa depan,” tutupnya penuh harapan.
Seminar ini diharapkan menjadi ruang refleksi dan kolaborasi antara akademisi, peneliti, dan masyarakat untuk memperkuat ketangguhan sosial Aceh serta memperluas kontribusi USK dalam riset kebencanaan global.