Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) kembali menunjukkan komitmennya dalam mengawal isu-isu strategis terkait pembangunan hukum dan otonomi khusus di Aceh. Komitmen tersebut ditunjukkan dengan diskusi publik bertajuk “Advokasi Revisi UUPA: Antara Peluang & Tantangan”. Kegiatan ini diselenggarakan di Aula Fakultas Hukum USK. (Banda Aceh, 8 Juli 2025).
Keynote speaker dalam diskusi ini hadir Prof. Dr. Fitra Arsil, yang kini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM RI untuk bidang Imigrasi dan Pemasyarakatan. Selain itu, juga akan diisi oleh para pembicara kunci dari berbagai sektor, di antaranya Prof. Marwan (Rektor USK), M. Nasir (Plt Sekda Aceh), M. Nasir Djamil (Anggota DPR RI), Tgk. Anwar Ramli (Ketua Tim Revisi UUPA DPR Aceh), serta Prof. Ilyas (Dekan Fakultas Hukum USK).
Kemudian, diskusi ini juga menghadirkan Prof. Muhibbutthabary (Wakil Ketua MPU Aceh), Irwandi Yusuf (Tokoh Perdamaian), serta dosen Fakultas Hukum USK, Zainal Abidin
Pada kegiatan itu Prof. Fitra Asril menegaskan bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh atau UUPA bukan produk legislasi biasa. Menurutnya, di Indonesia UUPA mempunyai tempat tersendiri yang berbeda dengan produk-produk legislasi lainnya.
“Saya ingin memulai dengan sebuah pengakuan bahwa UUPA bukan sebuah produk legislasi biasa, banyak sekali produk legislasi di negara kita. Tapi saya rasa UUPA punya tempat tersendiri dan berbeda produk legislasi lainnya,” kata Prof. Fitra.
Prof Fitra juga menilai UUPA adalah sebuah karya legislasi yang lahir dengan semangat rekonsiliasi dan upaya membangun perdamaian abadi pascakonflik antara GAM dan pemerintah RI. Bahkan, kata dia, UUPA merupakan puncak dari sebuah rekonsiliasi sejarah dan sebuah ide besar bagi bangsa Indonesia untuk memulai kembali persatuan dalam keberagaman.
“Ini adalah manifestasi yang terdiri dari sebuah landasan utama khusus, sebuah kuasa general khazanah untuk negara-negara modern, dikenal sebagai upaya mendamaikan sentralisasi kekuasaan dengan kebutuhan lokal yang unik,” jelasnya.
Lebih lanjut, kata Prof. Fitra, UUPA juga merupakan manifestasi dari komitmen negara untuk memiliki kelas khusus terhadap kekhususan sejarah, mempengaruhi dan menjaga kesempatan.
“UUPA memiliki jangkauan otonomi sangat luas, bahkan bisa dibilang salah satu yang paling luas,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia menilai revisi UUPA yang saat ini tengah diupayakan sudah memasuki fase-fase yang penting dan diharapkan dapat membawa kebaikan untuk masyarakat Aceh.
“Setlah DPRA pada 21 Mei 2025 menyepakati perubahan beberapa pasal dan penambahan pasal. Draft naskah akademik dan rancangannya juga sudah diserahkan kepada presiden Republik Indonesia kami di Kemenko Kumham Imipas juga mendapat tembusan, kami sudah menerimanya tanggal 27 Mei lalu,” ungkapnya.
Sementara itu, Rektor USK, Prof. Marwan, mengaku sebagai bagian dari masyarakat Aceh dirinya sangat menginginkan UUPA ini benar-benar bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh. Menurutnya, triliunan dana Otsus yang dianggarkan selama ini belum cukup membuat kondisi Aceh menjadi lebih baik. Untuk itu, ia mendorong agar dana Otsus ini dapat diperpanjang dan ditingkatkan dari sebelumnya. Diskusi ini tentunya menjadi energi-energi tambahan terutama DPRA dan Pemerintah Aceh agar revisi ini bisa selesai segera mungkin di level pusat.
“Dengan kebersamaan kita mudah-mudahan dalam waktu dekat ini bisa mendapatkan hasil revisi seperti yang kita harapkan dan bisa kita implementasikan jadi lebih baik pada masa-masa sebelumnya,” ujarnya.