Magister Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah Kuala bekerja sama dengan Center of South East Asian Studies (CSEAS) Kyoto University sukses menggelar Workshop tentang Peran Perempuan dan Fungsi Keluarga dalam membangun ketahanan masyarakat menghadapi 3 Fase krisis (Konflik, Tsunami dan Pandemi Covid-19).
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2023, dengan narasumber yang merupakan aktivis perempuan dari berbagai latar belakang. Di antaranya Illiza Sa’aduddin dari latar belakang politisi, Khairani Arifin dari latar belakang aktivis perempuan, Syafwina yang berlatar belakang budayawan dan seniman, Dr. Nurjannah Ismail, M.Ag. yang merupakan ulama perempuan, dan Assoc.Prof.Nishi Yoshimi yang merupakan seorang peneliti Jepang yang memiliki ketertarikan khusus terhadap Aceh dari CSEAS Kyoto University.
Acara dibuka oleh Kaprodi Magister Ilmu Kebencanaan yaitu Dr.Rina Suryani Oktari, S.Kep., M.Si. Dalam sambutannya, Rina menyatakan workshop ini pada dasarnya didorong oleh kegiatan penelitian yang sedang mereka lakukan terkait peran perempuan dalam menghadapi 3 fase krisis.
Dri penelitian yang masih berproses ini, Timnya mendapat banyak informasi menarik, salah satunya ternyata banyak perempuan yang selama ini belum terekspos perjuangannya.
“Diharapkan ini dapat menjadi upaya untuk mengeksplisitkan peran perempuan-perempuan hebat ini, agar terus bergulir,” ucapnya.
Workshop berdurasi 4 jam tersebut berhasil membuat peserta larut ke dalam cerita dan kisah-kisah yang dipaparkan oleh para pemateri. Kegiatan yang dipandu oleh Suraiya Kamaruzzaman ini dihadiri oleh 50 peserta di Ruang Mini Teater Gedung Sekolah Pascasarjana USK, serta hybrid melalui ruang zoom meeting.
Dalam paparannya, masing masing narasumber menceritakan pengalaman pribadi terkait peran selama ini dalam memperjuangkan hak hak perempuan dan usaha untuk terlibat dalam berbagai pengambilan keputusan.
Dalam materinya Illiza Sa’aduddin menekankan bahwa, jika perempuan tidak terlibat dalam berbagai keputusan maka akan terjadi ketertinggalan dan kemiskinan.
“Dan pentingnya penguatan perempuan yang dimulai dengan penguatan pada kebijakan, pemberdayaan, perlindungan dan alokasi anggaran,” ucapnya.
Kegiatan ini mendapatkan antusiasme tinggi dari peserta, baik peserta online maupun offline, peserta tampak aktif bertanya dan berharap kegiatan lanjutan dapat dilakukan kembali.
Dalam wawancara terpisah, wartawan senior Yarmen Dinamika yang turut hadir dalam workshop mengungkapkan kegiatan ini menarik dan menginspirasi. Dalam workshop ini tergambar bahwa perempuan-perempuan Aceh merupakan sosok yang mengalami tiga masa krisis sekaligus, yakni fase konflik, tsunami, dan pandemi Covid-19, hal yang tak dialami mayoritas perempuan Indonesia dari provinsi lain.
Tiga jenis krisis ini telah menempa perempuan-perempuan Aceh menjadi lebih berdaya dan responsif terhadap situasi krisis, termasuk bencana. Selain itu, kondisi krisis tersebut juga menjadi ajang bagi perempuan-perempuan Aceh untuk berjuang sekaligus belajar. Terutama belajar untuk memenej situasi yang memang tidak mudah, tapi harus berhasil.
“Semoga tak ada krisis yang lebih parah dari tiga fase krisis yang dialami perempuan-perempuan Aceh tersebut. Kasep dile ube na nyang ka,” ucapnya.